Ikatan Karyawan Timah (IKT) menolak rencana Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang akan mengubah Permendag Nomor 04 Tahun 2007 tentang ekspor timah batangan. Pasalnya, dalam rancangan perubahan Permendag tersebut, Kementerian Perdagangan akan melegalkan ekspor tin slag dan timah paduan.
Di hadapan sejumlah insan pers cetak dan elektronik di kantor IKT Pusat Pangkalpinang, Senin (18/10), Ketua Umum IKT, M. Wirtsa Firdaus didampingi Ketua I Dodi Setiabudi, Ketua II M. Subuh Wibisono dan Sekretaris Jenderal Asmariyana Sarmada, menilai perubahan Permendag tersebut dapat berdampak langsung terhadap penerimaan devisa negara karena tidak lagi memperoleh manfaat optimal dari kegiatan ekspor logam timah.
Menurut Wirtsa, perubahan Permendag tersebut hanya akan menguntungkan kelompok tertentu yang berkeinginan mengekspor bahan baku ke luar negeri, tanpa memikirkan nilai tambahnya bagi negara. “Melegalkan ekspor tin slag dan timah paduan merupakan suatu kemunduran. Seharusnya, selaku Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu mendorong peningkatan nilai tambah produk pertambangan. Bukan malah sebaliknya melegalkan ekspor mentah hasil tambang. Ini sebuah langkah yang mundur,” kata Wirtsa.
Untungkan Negara Lain
Menurut Ketum IKT ini, bila perubahan Permendag tersebut tetap diberlakukan, tentunya dapat mengganggu kegiatan penambangan timah yang semestinya dapat dilakukan secara berkelanjutan dan aman. Melegalkan ekspor bahan baku ke luar negeri hanya akan memperkaya negara lain dan merusak harmonisasi bisnis pertimahan yang telah berjalan selama ini.
“Yang dinamakan timah paduan itu, kan bisa saja pasir atau apa saja yang kemudian dicampur dengan bijih timah lalu kemudian diekspor. Jika demikian maka sangat memungkinkan terjadinya kembali peluang penyeleundupan timah di Babel ini,” kata Wirtsa.
Padahal menurut Wirtsa, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara mengamanatkan adanya nilai tambah produk pertambangan. Jika perubahan aturan tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan UU Minerba yang baru, kami ingin Menteri Perdagangan dapat memberikan syarat-syarat tertentu yang diberlakukan bagi semua pelaku ekspor timah.
Selaku ketua serikat pekerja karyawan PT. Timah (Persero) Tbk, Wirtsa berharap sebelum memperbarui Permendag tersebut, Menteri Perdagangan seharusnya memperhatikan beberapa hal dalam kegiatan ekspor, di antaranya;
Timah yang dapat diekspor adalah timah yang termasuk dalam klasifikasi tarif sebagaimana di dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia Tahun 2007 dengan nomor Pos Tarif 8001 dan 8003.00.00.00.
Sedangkan Timah dengan nomor Buku Tarif Bea Masuk Indonesia Tahun 2007 nomor 8002.00.00.00 (sisa dan skrap timah) dilarang untuk diekspor.
Bijih Timah/Pasir Timah atau sejenisnya dilarang untuk diekspor.
Timah tersebut memilki kadar timah minimal 99,85% LME dan sesuai dengan standar ASTM (American Standar for Testing Material) B.339-95.
Telah membayar lunas royalti atas timah yang diekpor dengan melampirkan copy bukti setor Royalti.
Timah tersebut telah memenuhi syarat setelah diuji oleh surveyor yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Jika perubahan Kepmendag No. 04/M-DAG/PER/1/2007 dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan UU Minerba yang baru, IKT berharap agar Menteri Perdagangan hendaknya juga memutuskan untuk memberikan syarat-syarat yang diminta Negara bagi para pelaku ekspor timah, yaitu:
1.Yang dapat ditetapkan untuk mendapat ET adalah perusahaan / perorangan / badan usaha yang mempunyai Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi atau izin Usaha Pertambangan Ekplorasi.
2.Mempunyai Smelter yang memenuhi standar ISO 9001.
3.Telah melakukan reklamasi
4.Tidak pernah menyalahgunakan LC yang dinyatakan oleh Dirjen Bea dan Cukai Departemen Keuangan.
5.Sewaktu-waktu bersedia diperiksa oleh Dirjen Perdagangan Luar Negeri atau Dirjen Minerbapabum (Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi kementerian ESDM. (erwans)
Boks
Reaksi Penolakan terhadap Rencana Perubahan Permendag No. 4/2007
Genderang penolakan IKT terhadap rencana Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang akan mengubah Permendag Nomor 04 Tahun 2007 tentang ekspor timah batangan ternyata mendapat respon dari berbagai pihak. Bahkan gubernur dan ketua DPRD Propinsi pun bereaksi serupa setelah memahami dampak yang kemungkinan timbul jika Permendag tersebut jadi disahkan sang menteri.
Eko Maulana Ali, Gubernur Propinsi Kep. Bangka Belitung
Ada baiknya tetap dengan pola lama dengan mengekspor timah ingot dengan kadar Sn 99,98%. Karena dengan pola ini, kandungan yang terdapat dalam tin slag tidak bisa dimanfaatkan oleh orang luar. Karena dalam tin slag tersebut siapa tahu saja presentase timahnya masih banyak.
Apabila dilegalkan untuk di ekspor, maka daerah akan kehilangan asset dan kehilangan keseimbangan proses dalam membangun. Padahal potensi timah semakin lama semakin menipis. Kemudian slag-slag tersebut bisa diolah kembali dan memanfaatkan mineral yang ada, yang selama ini belum dimanfaatkan, bahkan nilainya akan lebih besar dengan nilai timah itu sendiri.
Keinginan Menteri Perdagangan untuk melegalkan tin slag dan timah panduan harus ditinjau kembali. Dan seharusnya mengenai masalah ekspor tin slag dan timah paduan tersebut ada baiknya ditanyakan dulu kepada pemerintah daerah.
Janganlah anak bangsa di Bangka Belitung ini disakiti lagi. Kita selama ini ikut dalam pencanturan perdagangan dunia sudah banyak mengalah. Untuk itu mari kita perhatikan prospek kedepan yang lebih strategis untuk masa depan anak cucu kita. (Bangka Pos, 22 Oktober 2010)
Ismiryadi, Ketua DPRD Propinsi Kep. Bangka Belitung
Saya masih berpegang pada Permendagri nomor 01 tahun 2007, nomor 04 tahun 2007 dan nomor 09 tahun 2007 dan berlaku sampai saat ini dan belum ada perubahan dan belum di cabut. Dan setahu saya tin slag dan timah paduan dilarang untuk di ekspor dan tin ingot yang diperbolehkan untuk diekspor namun harus dibayar royalti terlebih dahulu. yang berhak memberikan penjelasan mengenai rencana untuk dilegalkannya ekspor tin slag dan timah ikutan adalah Menteri terkait. (Bangka Pos, 22 Oktober 2010)
Erzaldi Rosman Djohan, Bupati Bangka Tengah
Rencana mengekspor tin slag sebaiknya ditinjau ulang. Tin slag masih banyak mengandung mineral sebaiknya diolah dulu, karena jika diekspor tanpa pengolahan akan merugikan daerah penghasil timah, apalagi banyak tenaga kerja di Bangka tengah yang menganggur dan itu bisa diberdayakan untuk mengelola tin slag sebelum diekspor. Untk mengelola tin slag, Bangka Tengah mempunyai smelter yang potensial untuk mengelolanya.
Joko Purwanto, Kasubdit Pengawasan Produksi, Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba Pabum Kementerian ESDM
Permendag No. 04 Tahun 2007 sudah cukup ideal untuk menjaga harga timah Indonesia tidak anjlok di pasaran.
Patris Lubumba, Direktur Utama PT Bumi Bangka Belitung Sejahtera (B3S)
Kita memberikan dukungan atas pernyataan Gubernur yakni menolak keinginan Menteri Perdagangan untuk mengekspor tin slag dan timah paduan. Dan tetap mendukung kebijakan pemerintah pusat, berkenaan dengan peraturan Menteri Perdagangan No. 01, 04 dan 07 tahun 2007 yang melegalkan untuk ekspor balok timah dengan verifikasi yang sangat ketat Sn 99,9%. Karena perusahaan yang bergerak di sektor pertimahan selama ini hanya mendapat izin untuk menambang dan melakukan pencucian serta peleburan dan menjual tin ingot.
Jika pasir timah diperbolehkan untuk diekspor, besar kemungkinan akan ada mineral ikutan yang diekspor bersamaan dengan pasir timah, karena sampai dengan saat ini belum ada petugas yang melakukan verifikasi khusus untuk ekspor pasir timah. Maka dari itu, perlu adanya pembentukan Badan Pengawasan Lembaga Verifikasi yang berhubungan dengan ekspor balok timah (ingot) hasil pencucian pasir timah (tailing) dan mineral ikutan lainnya dari hasil peleburan timah (tin slag)
Maka dari itu sebagai bentuk dukungan terhadap tidak dilegalkannya ekspor tin slag dan timah paduan, maka PT B3S menyampaikan surat resmi kepada Presiden RI dengan tembusan kepada Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Ketua KPK, Ketua BPK, Ketua Komisi VII DPR RI, Menteri BUMN, Gubernur Prov. Babel, Ketua DPRD Prov, Kep Babel dan ketua Komisi II DPRD Prop. Babel. Kami menembuskan surat tersebut ke BPK RI dan KPK, karena ada indikasi penggelapan ekspor pasir timah oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pertimahan.
Hidayat Arsani, Ketua PWI Bangka Belitung/Pengusaha
Perlu perhatian dari Gbernur, Bupati, Walikota se Provinsi Krp. Bangka Belitung untuk menyikapi rencana revisi Permendag tersebut. Masalahnya, jika Permendag itu jadi direvisi, masyarakat Babel akan jauh dari kata sejahtera.
Kita selaku penggerak ekonomi menolak jika tin slag dan timah paduan jadi diekspor. Karena masih banyak kandungan yang bisa kita manfaatkan dari keduanya.Jika alasannya timah di Babel akan habis, profesor atau doktor mana yang bicara? Itu tidak mungkin karena yang ada di umi Babel tidak akan habis. Jika penolkan ini hanya dilakukan oleh sekelompok orang tidak akan digubris oleh Menperindag. Karena saya mengajak semua pihak untuk duduk bersama merumuskan penolakan Permendag tersebut.
Propinsi ini memiliki gubernur, bupati, walikota, ketua DPRD dan wakil rakyat lainnya, utusan daerah di DPR-RI.Mereka inilah yang seharusnya maju ke Presiden, ke Menteri untuk menolak itu. Apabila Keppres sudah keluar, tidak ada yang bisa membatalkan. Jadi mari dorong bersama.
Saya minta gubernur, menteri duduk bersma menghadap Presiden, paparkan. Jika Kepmen jadi, rakyat Babel akan sengsara. Saya sudah surati juga Bapak Presiden tiga hari yang lalu. Mari masyarkat Babel, khususnya pemain timah supaya support penolakan Permendag untuk Babel sejahtera. Saya berharap kita dapat bertindak arif, menyingkirkan kepentingan golongan dalam mengambil kebijakan untuk kemaslahatan masyarakat Babel. Kita ingin semoga Ibu Menteri mengambil keputusan dan kebijakan yang searif-arifnya untuk rakyat Babel. (Rakyat Pos, edisi Jumat, 29 Oktober 2010)
Johan Murod, Tokoh Perjuangan Pembentukan Propinsi Kep. Bangka Belitung
Jika Permendag itu diubah, maka kegiatan ekspor tin salg dan timah paduan yang terangkum dalam Permendag baru nantinya akan bertentangan dengan UU No. 4 tahun 2009 tentng Mineral dan Batubara. Karena itu Permendag tak perlu diubah. Yang harus ditegaskan adalah menghentikan penyelundupan baik itu pasir timah, tin slag ataupun timah paduan lainnya.
Jika Permendag itu diubah, akan bertentangan dengan UU No. 4 tahun 2009. Pertemuan di Mendag saat itu saya hadir, kita diminta pendapat. Sehari kemudian Depdag rapat dengan ESDM. Saya bilang tolong pikirkan aspek lingkungan tiga bulan habis penambangan harus diurus lingkungan pasca penambangannya.
Kita juga sedang mengajukan judicial review terhadap beberapa pasal di UU no 04 tahun 2009 yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UU 1945. Jika tidak di judiacial review, pasal-pasal itu akan menyengsarakan penambang. Salah satunya, persolan rakyat digiring untuk menambang di sungai, harus menambang 15 tahun baru dapat ijin dengan kedalaman maksimal 25 m tetapi tidak boleh menggunakan teknologi. Kan ini pasal-pasal yang menyengsarakan masyarakat penambanga.
Bola ini ada ditangan gubernur dan Polri, tegasnya ekspor tin slag ingot harus dihentikan karena ilegal. Harusnya Permendag itu mengatur balok tin ingot dan kebijakan lingkungan yang baik. Tapi kalau tin slag atau timah paduan itu sudah dimurnikan sesuai UU Nomor 4 tahun 2009, silahkan diekspor tetapi harus sesuai aturan, bayar royaltidan lain sebagainya. (Rakyat Pos, edisi Jumat, 29 Oktober 2010)
Agus Adaw, Tokoh Perjuangan Pembentukan Propinsi Kep. Bangka Belitung
Indonesia masih mampu mengolah bahan dasar timah. Kalau kita masih mampu mengelola bahan dasar timah, kenapa kita harus mengekspor bahan dasarnya ke luar negeri?. Kita tentu sangat dirugikan dengan rencana Mendag tersebut, terlebih rakyat Bangka Belitung.
Sekarang yang dibutuhkan adalah peraturan pertambangan, lingkungan dan kepastian hukum bagi para penambang bijih timah di negara ini, buka berbicara maslah ekspor. Rencana melegalkan tin slag dan timah paduan bertolak belakang dengan komitmen negara dalam mengembagkan indutri hilir.
Menteri Perdagangan harus jelaskan kepada publik tentang alasannya untuk melegalkan tin slag dan timah paduan, apa itu tin slag dan klsifikasinya seperti apa. Rencana Meperindag untu mengubah Permendagri nomor 04 tahun 2007 adalah tindakan yang 'blunder' atau merugikan negara dan daerah. (Antara Online, Okrtober 2010).
Saya justru mensinyalir Ibu Mari Pangestu berupaya mengubah Permendag no. 4 / 2007 karena adanya pesan sponsor. Saya bahkan menduga suami Ibu Mari Elka terlibat mempengaruhi Menperindag untuk mengubah Permendag tersebut, karena juga berbisnis tin slag. Kami mendengar begitu, ada pabrik peleburan tin slag di Surabaya. Dan saya menduga suaminya terlibat bisnis itu.
Kita minta Kapolda dan Kapolri bertindak tegas, tangkap pengusaha yang ekspor tin slag. Saya percaya dengan Kapolda kita yang baru ini dapat bersikap tegas. Masyarkat juga kita minta proaktif jika melihat orang ekspor tin slag laporkan dan tangkap. (Rakyat Pos, edisi Jumat, 29 Oktober 2010) (esa/dari beberapa sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar