Banyak buku, artikel dan teori yang telah diterbitkan berkenaan dengan masalah bagaimana memenangi persaingan. Sayang, tidak terdapat satu cara yang mujarab untuk memenangi persaingan. Dari sekian banyak buku yang membahas masalah hangat ini, hanya sedikit yang benar-benar menawarkan gagasan baru bagaimana mengelola persaingan. Buku karangan W. Chan Kim dan Renée Mauborgne -- keduanya staf pengajar INSEAD di Prancis -- ini merupakan salah satu buku yang mampu memberikan perspektif baru bagaimana memandang persaingan secara radikal. Tidak dengan menghadapi persaingan secara langsung, melainkan dengan menciptakan pasar baru yang berbeda dari pasar yang telah ada, dan menciptakan arena baru yang tak dieksplorasi sebelumnya. Ini terutama dilakukan dengan melakukan inovasi yang bernilai (value innovation), yaitu inovasi yang mampu memberikan nilai tambah bagi pelanggan.
Konsep inovasi yang bernilai merupakan hal yang cukup sentral dalam buku ini. Tidak semua inovasi dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Inovasi yang dilakukan hanya untuk menciptakan hal yang sekadar "baru", tanpa memperhatikan kebutuhan dan keinginan dasar pelanggan, serta kemampuan perusahaan untuk mengembangkannya lebih lanjut, tidak akan mendatangkan inovasi yang bernilai. Pendekatan inovasi yang bernilai adalah dengan mengidentifikasi parameter-parameter yang dianggap paling bernilai oleh pelanggan dan mampu memberi pelanggan gabungan antara sesuatu yang efektif secara biaya dan sekaligus mampu memberikan sesuatu yang bernilai tinggi. Dan hal itu memang bukan pekerjaan yang mudah.
Pertanyaan yang menggelitik ketika membaca judul buku ini: mengapa digunakan istilah strategi lautan biru? Kedua penulis menjelaskan bahwa terdapat dua strategi besar dalam melihat kondisi persaingan yang ada, yaitu strategi lautan biru dan lautan merah. Strategi lautan merah (red ocean strategy) merupakan istilah untuk menggambarkan kondisi persaingan yang ada saat ini. Di dalam laut merah, batas-batas industri atau pasar telah diterima dan didefinisikan dengan jelas. Untuk memenangi persaingan, perusahaan hanya berusaha mengungguli apa yang dilakukan oleh pesaing. Persaingan hanya terdapat di dalam pasar itu. Namun, makin lama pasar pun makin penuh sesak, akibat makin banyaknya pemain baru yang masuk. Terlalu banyak pemain yang bermain di pasar itu mengakibatkan laba dan pertumbuhan perusahaan menurun. Dalam kondisi demikian, terjadilah persaingan yang berdarah-darah, yang tidak membawa keuntungan bagi banyak pihak. Model persaingan yang terdapat dalam pasar seperti ini kadang kala menjurus pada model persaingan zero sum game, di mana pihak yang kalah tidak memperoleh apa-apa.
Strategi lautan biru (blue ocean strategy) merujuk pada industri atau pasar yang belum ada saat ini. Suatu pasar yang masih harus ditemukan lebih dulu, sehingga belum sempat dijamah oleh persaingan. Dalam lautan biru, permintaan diciptakan bukan diperebutkan. Persoalannya, dalam hal bagaimana menciptakan permintaan (demand) baru. Karena belum diciptakan, maka besarnya pasar dan permintaan di pasar itu bisa tidak terbatas. Di sana, persaingan belum ada, karena memang belum ada pemain yang memasuki arena. Lautan biru merupakan analogi untuk menggambarkan adanya potensi pasar atau permintaan yang sangat besar, luas dan mendalam, yang belum dieksplorasi seperti halnya sebuah lautan biru.
Namun, mengapa para manajer sekarang masih cenderung berfokus pada strategi lautan merah? Sebagian jawabnya dapat dilacak pada sejarah strategi bisnis yang menganggap strategi merupakan masalah bagaimana memenangi "peperangan", di mana arena perang dan lawan telah didefinisikan dengan jelas. Telah banyak buku yang menganalogikan arena bisnis dengan arena peperangan, termasuk bagaimana strategi memenanginya. Peperangan adalah cara bagaimana mempertahankan dan memperbesar sumber daya dan teritorial yang jumlahnya terbatas. Orientasinya, bagaimana mengungguli lawan sebanyak dan secepat mungkin. Strateginya berdasarkan pada kompetisi yang akan menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan. Keunggulan dalam mengatasi kompetisi akan menentukan nilai kinerja perusahaan. Semakin banyak yang dikalahkan akan semakin bagus perusahaan itu, bukan pada suatu penciptaan nilai baru.
Kendati demikian, persaingan yang saling "membunuh" antarperusahaan tidak dapat dipertahankan terus-menerus. Pada saat batas-batas antarnegara semakin memudar dan informasi mengenai produk dan harga dapat tersedia dengan cepat di mana pun dan kapan pun di dunia ini. Makin lama perbedaan antarproduk makin memudar, karena produk yang unggul akan semakin cepat muncul penirunya. Produk akhirnya cenderung homogen, dan persaingan hanya akan berbasis pada harga. Maka, ini bukanlah solusi jangka panjang.
Jika persaingan sampai pada tahap ini, akhirnya mendorong perusahaan beralih pada strategi menciptakan inovasi yang bernilai. Hal itu berarti beralih ke strategi persaingan lautan biru seperti yang ditawarkan dalam buku ini. Perusahaan harus bergerak maju melampaui strategi yang berorientasi persaingan. Jangan melihat pesaing sebagai musuh, melainkan sebagai mitra untuk dapat secara bersama-sama menciptakan inovasi yang bernilai bagi pelanggan. Memenangi persaingan saja tidak mencukupi untuk jangka panjang, yang penting adalah kemampuan untuk selalu dapat menghadirkan inovasi yang memiliki nilai tinggi bagi pelanggan, baik sendiri maupun secara bersama-sama.
Jika Anda masih ingat, lihatlah buku terlaris tentang persaingan berjudul In Search of Excellence yang terbit tahun 1982. Dalam kurun waktu hanya lima tahun, dua pertiga perusahaan yang disebut unggul dalam buku itu telah mengalami penurunan yang berarti dan tidak unggul lagi. Dan yang lebih menyedihkan, bukan hanya perusahaannya yang menurun, tapi juga industrinya.
Contoh penerapan strategi lautan biru adalah apa yang dilakukan oleh pertunjukan sirkus Cirque du Soleil. Secara umum saat ini, industri sirkus berada dalam masa senja seiring semakin maraknya jenis hiburan yang lain seperti film dan televisi. Cirque de Soleil unggul tidak dengan jalan mengalahkan pesaingnya, tapi dengan menciptakan pasar baru yang menjadikan persaingan tidak relevan lagi. Dengan memformat pertunjukan sirkus seperti halnya pertunjukan teater, dia telah menciptakan pasar baru. Pasar sirkus tradisional yang tadinya anak-anak, dengan menambahkan unsur teatrikal, orang dewasa dan penikmat teater pun turut menjadi pasarnya, sehingga pasarnya makin meluas.
Contoh strategi lautan biru lainnya adalah apa yang terjadi dalam industri mobil. General Motors telah mengalahkan Ford di tahun 1920-an dengan membuat mobil yang bergaya untuk menandingi mobil keluaran Ford yang gayanya cenderung monoton. Namun kemudian mobil jenis ini dikalahkan pula oleh mobil Jepang -- mobil kecil yang irit bahan bakar -- di tahun 1970-an, kemudian Chrysler menciptakan mobil minivan pada 1980-an dan menjadi jenis mobil yang menguntungkan di masa itu. Semuanya dilakukan dengan jalan menciptakan inovasi yang bernilai bagi pelanggan dan menciptakan pasar baru. Berani masuk ke arena persaingan baru yang belum dimasuki perusahaan lain.
Meskipun terminologi lautan biru merupakan istilah baru, keberadaannya telah lama. 30 tahun silam belum ada produk/jasa yang sekarang mendominasi pasar. Ketika itu belum ada produk seperti telepon seluler, ritel diskon, gerai kopi, home video dan lain sebagainya. Sekarang, coba bayangkan apa yang akan terjadi 30 tahun ke depan. Pasti lebih banyak lagi produk/jasa baru yang ditemukan. Dan perusahaan yang menemukannya akan memperoleh keunggulan yang berarti. Sejarah merupakan cermin yang baik untuk melihat apa yang hendak terjadi di masa depan. Di masa lalu telah banyak dihasilkan inovasi yang bernilai, di masa depan pastilah semakin banyak inovasi bernilai yang diciptakan. Persoalannya, siapa yang lebih dulu mampu menciptakan inovasi yang bernilai itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar