Pada tahun 2013, pemerintah pusat
harus segera melakukan pengetatan ekspor melalui penerapan terhadap peraturan
yang berlaku. Walaupun Permendag nomor 78 tahun 2012 baru akan berlaku Juli
2013, namun diharapkan dari awal tahun sudah dilakukan persiapan-persiapan
untuk pelaksanaannya agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Ini
disebabkan oleh ekspor timah Indonesia yang cenderung meningkat dari tahun ke
tahun. Kondisi ini patut dicermati dikarenakan PT Timah sebagai perusahaan
pemilik IUP terbesar di Indonesia khususnya Provinsi Kepulauan BangkaBelitung
justru mengalami penurunan ekspor dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 ekspor
Timah Batangan PT Timah sebesar 37.958 metrik ton, dan pada tahun 2011 sebesar
37.154 metrik ton. Sedangkan untuk
gabungan smelter mengalami peningkatan signifikan dimana tahun 2010 sebesar
47.911 MT dan tahun 2011 sebesar 52.812 MT. Jumlah ekspor tersebut padahal
hanya timah batangan, dan belum termasuk logam timah yang berbentuk wire, bars,
solder dan bentuk lainnya dimana akan mendapat angka ekspor yang jauh lebih
besar dari angka diatas. “ Pemerintah pusat harus bergerak cepat menyelamatkan
situasi ini. Angka tersebut menunjukkan illegal mining di Provinsi Babel masih
terjadi dan tidak dapat ditekan bahkan kegiatannya cenderung meningkat,” kata
Bambang Herdiansyah pengamat pertimahan Indonesia.
Ekspor
timah asal Indonesia Desember 2012 mencatat kenaikan 9,4% menjadi 8.689,2 ton
dibandingkan ekspor bulan sebelumnya sebesar 7.946 ton. Toto Rusbianto, Kepala
Sub Direktorat Ekspor Produk Pertambangan Kementerian Perdagangan, mengatakan
secara tahunan, ekspor timah Indonesia sepanjang 2012 mengalami kenaikan 3%
menjadi 98.817 ton dibandingkan 2011 sebesar 95.969 ton, meski harga timah pada
2012 turun cukup tajam. Toto mengatakan, negara tujuan ekspor timah pada
Desember 2012 tersebar ke 13 negara tujuan. "Singapura mengambil porsi 66%
dari total ekspor. Pembeli besar lainnya adalah Malaysia, China, Jepang dan
Jerman,” ujar dia kepada IFT. Menurut catatan IRTI, lembaga riset timah
independen yang berbasis di Inggris, Indonesia memasok 40% dari total
perdagangan timah 2012. Dalam catatan Bloomberg, timah menjadi salah satu
komoditas metal yang mengalami pemulihan cukup cepat tahun lalu. Data London
Metal Exchange menyebutkan timah mulai merangkak naik dengan total kenaikan
hingga 44% sejak Juli 2012 atau saat menyentuh level harga terendah hingga
akhir tahun. (Indonesia Finance Today, 14
Januari 2013)
Bambang menyebutkan, dari data yang
ia dapatkan PT Timah sendiri ekspornya tahun 2012 sekitar 28.364 MT, dan jika
PT Kobatin angkanya seperti tahun sebelumnya berkisar 6.000-7000 MT, artinya
perusahaan swasta timah gabungan atau smelter kembali mendapatkan angka lebih
dari 60.000 MT dan lebih besar dari ekspornya tahun 2011. “ Hal ini patut
diwaspadai oleh pemerintah pusat dikarenakan terjadi kerugian Negara yang
sangat besar, karena pasir timah yang dihasilkan smelter sangat meragukan berasal
dari IUP-nya sendiri, karena total IUP hanya berkisar 3 % dari seluruh IUP yang
ada di Babel,” katanya.
Bambang menenggarai bijih timah smelter berasal dari IUP PT Timah dan
wilayah yang dilarang seperti hutan lindung dan hutan produksi yang belum
keluar ijin pinjam pakainya. “ Dalam banyak kasus yang sudah terjadi, IUP PT
Timah yang ada di Hutan Produksi dan belum keluar ijin pinjam pakainya, sudah
dirambah oleh penambang liar sehingga cadangan timah perusahaan diwilayah
tersebut banyak yang rusak. Ini merugikan Negara dari segi pendapatan dan
merusak lingkungan,” jelasnya.
Ekspor timah pada tahun ini akan
diperketat dengan keluarnya peraturan Menteri Perdagangan yang baru yaitu
Permendag no 78 tahun 2012 tentang ketentuan Ekspor Timah sebagai revisi
Permendag nomer 4 tahun 2007 tentang Ekspor Timah Batangan. Peraturan baru
menyebutkan kadar logam yang boleh diekspor dengan kadar minimal 99,9 % Sn,
lebih tinggi dari peraturan sebelumnya yang hanya 99,85 % Sn. Aturan ini akan berlaku Juli 2013. Untuk
pengapalan timah batangan dengan kadar Sn minimal 99,85 % masih diperbolehkan,
namun hanya sampai Juni 2013. “ Jika
ekspor diperketat, setidaknya ada usaha pembenahan situasi pertimahan saat ini
dari hilir. Dan dari hulu, tentunya penerapan terhadap pelaksanaan UU Minerba
nomer 4 tahun 2009 dan peraturan turunannya harus tegas dilaksanakan baik oleh
perusahaan timah, pemerintah daerah maupun aparat hukum,” kata Bambang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar