Selasa, 22 Januari 2013

PERKARA TIMAH PERKARA NAN TAK KUNJUNG PADAM



Pada tahun 2013, pemerintah pusat harus segera melakukan pengetatan ekspor melalui penerapan terhadap peraturan yang berlaku. Walaupun Permendag nomor 78 tahun 2012 baru akan berlaku Juli 2013, namun diharapkan dari awal tahun sudah dilakukan persiapan-persiapan untuk pelaksanaannya agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Ini disebabkan oleh ekspor timah Indonesia yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi ini patut dicermati dikarenakan PT Timah sebagai perusahaan pemilik IUP terbesar di Indonesia khususnya Provinsi Kepulauan BangkaBelitung justru mengalami penurunan ekspor dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 ekspor Timah Batangan PT Timah sebesar 37.958 metrik ton, dan pada tahun 2011 sebesar 37.154 metrik ton.  Sedangkan untuk gabungan smelter mengalami peningkatan signifikan dimana tahun 2010 sebesar 47.911 MT dan tahun 2011 sebesar 52.812 MT. Jumlah ekspor tersebut padahal hanya timah batangan, dan belum termasuk logam timah yang berbentuk wire, bars, solder dan bentuk lainnya dimana akan mendapat angka ekspor yang jauh lebih besar dari angka diatas. “ Pemerintah pusat harus bergerak cepat menyelamatkan situasi ini. Angka tersebut menunjukkan   illegal mining di Provinsi Babel masih terjadi dan tidak dapat ditekan bahkan kegiatannya cenderung meningkat,” kata Bambang Herdiansyah pengamat pertimahan Indonesia. 

Ekspor timah asal Indonesia Desember 2012 mencatat kenaikan 9,4% menjadi 8.689,2 ton dibandingkan ekspor bulan sebelumnya sebesar 7.946 ton. Toto Rusbianto, Kepala Sub Direktorat Ekspor Produk Pertambangan Kementerian Perdagangan, mengatakan secara tahunan, ekspor timah Indonesia sepanjang 2012 mengalami kenaikan 3% menjadi 98.817 ton dibandingkan 2011 sebesar 95.969 ton, meski harga timah pada 2012 turun cukup tajam. Toto mengatakan, negara tujuan ekspor timah pada Desember 2012 tersebar ke 13 negara tujuan. "Singapura mengambil porsi 66% dari total ekspor. Pembeli besar lainnya adalah Malaysia, China, Jepang dan Jerman,” ujar dia kepada IFT. Menurut catatan IRTI, lembaga riset timah independen yang berbasis di Inggris, Indonesia memasok 40% dari total perdagangan timah 2012. Dalam catatan Bloomberg, timah menjadi salah satu komoditas metal yang mengalami pemulihan cukup cepat tahun lalu. Data London Metal Exchange menyebutkan timah mulai merangkak naik dengan total kenaikan hingga 44% sejak Juli 2012 atau saat menyentuh level harga terendah hingga akhir tahun. (Indonesia Finance Today, 14 Januari 2013)

Bambang menyebutkan, dari data yang ia dapatkan PT Timah sendiri ekspornya tahun 2012 sekitar 28.364 MT, dan jika PT Kobatin angkanya seperti tahun sebelumnya berkisar 6.000-7000 MT, artinya perusahaan swasta timah gabungan atau smelter kembali mendapatkan angka lebih dari 60.000 MT dan lebih besar dari ekspornya tahun 2011. “ Hal ini patut diwaspadai oleh pemerintah pusat dikarenakan terjadi kerugian Negara yang sangat besar, karena pasir timah yang dihasilkan smelter sangat meragukan berasal dari IUP-nya sendiri, karena total IUP hanya berkisar 3 % dari seluruh IUP yang ada di Babel,” katanya.
Bambang menenggarai bijih  timah smelter berasal dari IUP PT Timah dan wilayah yang dilarang seperti hutan lindung dan hutan produksi yang belum keluar ijin pinjam pakainya. “ Dalam banyak kasus yang sudah terjadi, IUP PT Timah yang ada di Hutan Produksi dan belum keluar ijin pinjam pakainya, sudah dirambah oleh penambang liar sehingga cadangan timah perusahaan diwilayah tersebut banyak yang rusak. Ini merugikan Negara dari segi pendapatan dan merusak lingkungan,” jelasnya. 

Ekspor timah pada tahun ini akan diperketat dengan keluarnya peraturan Menteri Perdagangan yang baru yaitu Permendag no 78 tahun 2012 tentang ketentuan Ekspor Timah sebagai revisi Permendag nomer 4 tahun 2007 tentang Ekspor Timah Batangan. Peraturan baru menyebutkan kadar logam yang boleh diekspor dengan kadar minimal 99,9 % Sn, lebih tinggi dari peraturan sebelumnya yang hanya 99,85 % Sn.  Aturan ini akan berlaku Juli 2013. Untuk pengapalan timah batangan dengan kadar Sn minimal 99,85 % masih diperbolehkan, namun hanya sampai Juni 2013.  “ Jika ekspor diperketat, setidaknya ada usaha pembenahan situasi pertimahan saat ini dari hilir. Dan dari hulu, tentunya penerapan terhadap pelaksanaan UU Minerba nomer 4 tahun 2009 dan peraturan turunannya harus tegas dilaksanakan baik oleh perusahaan timah, pemerintah daerah maupun aparat hukum,” kata Bambang.





Tidak ada komentar: