Rabu, 09 Januari 2008

BANGKA BELITUNG BILA RESESI TAHAP II TERJADI


Pada tahun 1998 pasca resesi ekonomi penulis dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan, hati hati tahun 2007 sampai dengan 2009, bila ingin berkebun sahang berkebunlah mulai tahun 2005. Statement tersebut sering terungkap karena penulis memprediksikan bahwa pada kisaran tahun 2007 sampai dengan 2008 akan terjadi perulangan sejarah terpuruknya perekonomian negeri ini sampai dengan titik nadir.

Waktu itu setiap pernyataan tidak di dasarkan pada prediksi fundamentalis, hanya berdasarkan pada trend ekonomi Indonesia dari tahun ke tahun di mulai tahun 1960an saat terjadi senering, 1970an akhir pergerakan rupiah sampai Rp 1000 perdolar lalu 1986 saat Rupiah melemah dari Rp 1000 mejadi 2000an, kemudian 1997 - 1998 yang masih lekat dibenak kita bagaimana fundamental yang lemah dihajar badai pasar uang melalui permainan seorang Soros saja.

Pernyataan apapun dapat dibuat selama berdasarkan asumsi yang jelas sehingga setiap statement tidak terkesan ngawur. Kembali kepada persoalan perulangan resesi (trend) apakah saat ini kita dalam masa masa tersebut.

Mungkin sedikit analisa fundamental bisa kita gunakan, saat ini bila kita melihat fakta, perekonomian Indonesia secara keseluruhan tidak menunjukan perbaikan disektor riil. Dengan kata lain ada satu hal yang kontradiktif antara fundamental perekonomian dengan produk turunan tersebut, yang seharusnya berbanding lurus.

Dalam produk turunan seperti saham terjadi kenaikan yang cukup berarti, Indek saham gabungan terus meroket yang katanya akan menembus angka 2250an. Kemudian Capital Inflow dari luar negeri terus masuk dalam bentuk pinjaman obligasi, baik itu obligasi melalu BI maupun corporate bond / obligasi perusahaan (seperti dinyatakan oleh Indonesia bangkit beberapa waktu yang lalu).

Artinya situasi saat ini persis sama dengan situasi tahun 1997 dimana hutang luar negeri banyak yang jatuh tempo sehingga pada saat bersamaan banyak sekali dibutuhkan dollar sedangkan cadangan devisa yang di peroleh dari sektor ekonomi riil menunjukan neraca negative dari tahun ke tahun.

Think Global Do Local

Orang bijak selalu katakan berpikirlah dengan seluas luasnya wawasan yang kita punyai tapi bertindaklah sesuai dengan yang terjadi di sekeliling kita. Dalam kasus ini, bila memang terjadi krisis seperti yang di prediksikan hampir sepuluh tahun yang lalu, maka apa yang akan terjadi di Negeri Serumpun Sebalai.

Penyimpangan pola ekonomi terjadi di Negeri Serumpun Sebalai (NSS), saat krisis moneter sepuluh tahun yang lalu yang kemudian di ikuti dengan jatuhnya perekonomian Indonesia sampai nadir, Negeri Serumpun Sebalai bagaikan kejatuhan durian runtuh, lada yang merupakan sektor petanian unggulan memberikan kontribusi yang cukup berarti. Mungkin hanya ada di NSS untuk pembelian kendaraan bermotor baik roda empat maupun dua, mereka tak perlu modal karena para petani yang dapat durian runtuh tersebut tak segan segan menitipkan 100% dana pembelian kendaraan yang harus inden saat itu.

Sekarang bisa jadi NSS kejatuhan durian runtuh seperti sepuluh tahun yang lalu, sayangnya isi durian tak lagi utuh bahkan sebagian besar busuk di dalam dan yang bagus pun berbagi dengan langkeluit/kelaber/kelelawar. Bagaimana tidak bila nelayan sudah beralih profesi menjadi operator dongpeng di lubang camui, petani tak lagi memiliki lahan pertanian yang layak untuk perkebunan lada karena sana sini sudah menjadi lautan bekas lubang camui, sementara penambangan timah rakyat pun sudah ditertibkan di samping lahan cadangan timah di darat yang memang semakin sulit dicari.

Harus dilakukan dalam jangka Panjang

Ketiga jenis durian itu padahal merupakan sektor sektor penghasil devisa bagi NSS, pertama Timah, sebagai kekayaan NSS komoditas tambang yang non renewable ini (walaupun kate sebagaian urang Bangka pacak beranak pinak) saat ini masih terus dalam pembenahan aturan mainnya baik dari mulai penambangan hingga produk yang harus di ekspor. Pemerintah seolah sedang diuji kemampuannya dalam menerjemahkan UU yang mengatur soal industri dan penambangan timah. Uji materi (judicial review) saat ini tanpa terasa sedang berlangsung di tingkat pengadilan tinggi seiring dengan berbagai kasus pertimahan baik dalam penambangan yang merambah kawasan hutan produksi dan hutan lindung, industri pemurnian logam timah maupun izin ekpor timah itu sendiri.

Harapan nya kedepan tentu saja pemerintah dapat menetapkan peraturan baik dalam bentuk perda, Peraturan Pemerintah, Kepres Kepmen dan undang undang yang bepihak kepada seluruh stake holder pertimahan. Bila perlu lakukan judicial review pada tataran hukum yang lebih tinggi. Bahkan untuk uji materi undang undang yang bertentangan dengan UUD 45 pun saat ini dapat dilakukan pada Mahkamah Konstitusi yang di motori oleh Jimli Assidiqi dkk.

Kedua Perkebunan, lada yang merupakan primadona sepertinya lambat laun akan menghilang dari bumi serumpun sebalai, kalau boleh meminjam istilah lahan cadangan timah maka lahan perkebunan lada sebagian besar merupakan lahan cadangan terancam. Terancam oleh kegiatan penambangan, kegiatan perkebunan sawit yang tidak berpihak kepada rakyat alias menguntungkan pengusaha tertentu, dan lahan tersisa adalah lahan konservasi hutan lindung. Buktinya pada tahun 2002 eksport lada sebesar 28.986 ton dengan perolehan devisa US$ 45,7 juta sedangkan tahun 2006 jumlah eksport hanya 9.977 ton senilai US$28,1 juta. Penurunan yang sangat signifikan

Apakah komoditas lada harus ditinggalkan? Tentu saja tidak bijak bila sektor ini di lupakan, lalu bagaimana? Sudah saatnya pola perkebunan lada yang berpindah pindah di lupakan, sosialisasi teknologi perkebunan merupakan jawaban, Eksekutif dan legislatif jangan hanya melakukan studi banding ke negeri Rumpun Bambu untuk melihat industri tapi silahkan datang ke Thailand pelajari dengan seksama teknologi pertanian dan perkebunan di sana. Penelitian dan pengembangan sektor perkebunan dan pertanianpun (khususnya lada) harus di galakkan di Bumi NSS. Sehingga ke depan dengan lahan yang terbatas NSS tetap dapat menjadikan kembali lada sebagai sektor unggulan.

Terakhir sektor perikanan, tanggal 2 Mei 2007 kami duduk di warung kopi Angew, warung yang berisikan macam macam bentuk manusia ada di situ, mulai pengamat lingkungan, LSM, pengamat ekonomi, ustadz, analis pertimahan, perikanan sampai dengan analis sorga neraka pun ada. Saat salah seorang mengatakan :

A : Perekonomian kite ancok berancok, TI dak pacak, sahang dak pacak dan ikan pun di paling urang Thailand. Tiba tiba rekan yang lain angkat bicara.

B : Macem mane dak di paling, asak lah di tangkep dilepas pulik. Ni lah aparat ne, hukum lah ade, sebener a keben die orang tu tinggal negakken bai.

C : Ki salah jok, mesege aparat tu dak de dasar kuat nangkep urang thailand ya. Keben die orang Thailand tu dak ngerase maling ikan.

B : Dek pacak beh men nya lah masok zone ekonomi ekslusif kite, hukom a wajib tangkep asak ngelawan timbak tempet.

C : Hahaha (jok ne ketawak ngakak) cemana nek nangkep, asak di tangkep urang tu mada "kami ne dak maling ikan ikak, kami cuma ngejer ikan kami yang lari ke laut ikak"

B : hehe ancok jok

Dari percakapan tersebut menunjukan bahwa undang undang tentang kelautan jelas sudah ada, masyarakat tidak buta hukum, adanya keraguan masyarakat terhadap aparat untuk mengakkan ketentuan yang berlaku.

Disamping maraknya perambahan ikan oleh nelayan asing yang bagaikan dian nan tak kunjung padam. Memang soal perikanan di Babel berbeda dengan ikan di daerah sulawesi, ikan ikan cakalang adalah ikan khas daerah sulawesi sehingga sepanjang tahun bisa di ekspoitasi. Bangka tidak memiliki ikan yang has dalam jumlah yang signifikan dan bisa di eksploitasi sepanjang tahun, karena jenis jenis ikan laut yang ada di perairan Bangka Belitung adalah jenis ikan Palagis yang memiliki tingkat migrasi sangat tinggi.

Dengan demikian untuk membuka pabrik ikan kaleng (misalnya) dalam sekala industri besar maka perlu pengkajian yang lebih mendalam, paling pas terhadap kondisi ini adalah peningkatan ekonomi kerakyatan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. Tentu saja pemberdayaannya diarahkan pada sektor industri kelautan.

Bagaimana Dalam Jangka Pendek

Masalahnya perbaikan ketiga sektor unggulan tersebut butuh waktu sehingga boleh dikatakan itu adalah second line strategy, logikanya bila orang akan mati karena kelaparan di tak akan berpikir bagaimana 7 hari kedepan tapi bagaimana hari ini dia dapat makan.

Dalam kaitannya dengan prediksi resesi tahap II maka ada beberapa tips yang bisa dilakukan :
1. Pebisnis jangan matikan uangnya dengan deposito apa lagi deposito rupiah lalu bagaimana dengan deposito US$ memang secara individu akan menguntungkan tetapi secara nasional berarti kita telah ikut berperan dalam meresesikan ekonomi Indonesia, kembali Nasionalisme kita teruji. Jadi lebih baik melakukan usaha dengan tingkat turn over yang tinggi.
2. Orang berduit yang punya Uang lebih dan selalu afkir di rekening tabungan, sudah saatnya di investasikan dalam bentuk barang/aset.
3. Orang tak berduit, jalankan saja hidup ini seperti air mengalir, Sesungguhnya orang kaya itu adalah orang yang selalu merasa cukup dan lagi pandai bersyukur.

Khoiron Kasiron

Tidak ada komentar: