Senin, 14 Januari 2008

HITUNG KOMPENSASI KERUSAKAN




Laporan Wartawan Bangka Pos, M Ismunadi
MANFAAT lain dari perencanaan strategis, selain untuk mengembangkan wilayah pesisir dan pulau kecil, juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah. Setidaknya perencanaan itu bisa memperkirakan besarnya kompensasi, sehubungan penambangan timah yang dilakukan di wilayah pesisir yang dimaksud.Menurut Wirtsa, perencanaan strategis, meliputi pemetaan kekayaan alam yang ada di wilayah pesisir, termasuk terumbu dan lainnya. Dengan demikian, apabila ada produsen timah yang ingin menambang di daerah itu, maka pemerintah bisa memperkirakan kompensasi yang harus dibayar akibat rusaknya kekayaan alam yang ada di sana."Kalau ada kapal hisap beraktiftas di daerah pesisir itu kan pasti mengakibat kerusakan pada terumbu karang. Jadi kalau mereka ingin menambang di sana, pemerintah sudah bisa memperkirakan jumlah kompensasi yang harus dibayar akibat kerusakan itu," ujar Wirtsa yang menambahkan kompensasi juga bisa dihitung terkait kekayaan alam lain yang ada di wilayah pesisir.
"Yang penting terlebih dahulu ada pemetaan yang dilakukan instansi terkait. Pemetaan ini termasuk langkah awal dalam perencanaan strategis seperti yang saya uraikan tadi," imbuhnya.Sebelumnya seperti dilansir harian ini edisi Kamis (15/11) lalu disebutkan, dipastikan 30 persen terumbu karang di Perairan Babel, rusak parah. Padahal terumbu karang merupakan bagian dari habitat atau ekosistem laut yang patut dijaga kelestariannya.Salah satu cara menciptakan terumbu karang buatan, yaitu memasukan barang rongsokan seperti besi dan ban mobil bekas ke dalam laut. "Ratarata kerusakan terumbu karang di Babel sekitar 30 persen. Penyebab aktivitas pencarian bijih timah melalui kapal keruk, tambang inkovensional apung (TI apung), penggunaan alat peledak serta bahan kimia atau putas saat menangkap ikan," kata Yulistyo, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) ketika ditemui Bangka Pos Group bulan lalu, Rabu (14/11).Kerusakan terumbu karang yang paling parah kata Yulistyo, antara lain terdapat di Leparpongok (Basel), Tanjung ular (Babar) dan Selat Nasik (Belitung). Padahal kata Yulistyo, sosialisasi mengenai upaya melestarikan terumbu karang sudah sering dilakukan.Hal senada dikatakan oleh Tunggul Pakpahan, Kepala Badan Pengendali Dampak Lingkingan Daerah (Bapedalda) Babel ketika ditemui beberapa waktu sebelumnya, Rabu (14/11). "Karena terumbu karang dapat menciptakan sistem kehidupan di laut. Terumbu karang saling berkaitan dengan kehidupan di sekelilingnya. Kehidupan terumbu karang sangat sensitif terhadap lingkungan sekitar. Terumbu karang merupakan hewan bukan tumbuhan. Banyak orang yang salah tafsir," kata Tunggul.Lain halnya jika terumbu karang yang sudah mati, menurut Tunggul dinamakan karang. "Sedangkan terumbu karang yang sudah mati disebut karang. Terumbu karang juga dapat membentuk sistem ekologi kehidupan dan sifatnya sensitif mudah mati kalau terkena kotoran." paparnya. (*)

Tidak ada komentar: